Senin, 09 Maret 2009

Perjalanan ke Sangkima, Ustadz dan Ikhlas

Sangatta, 7 Februari 2009

Alhamdulillah suami libur ahad ini, tidak seperti kemaren, aku harus rela ditinggal seharian gara-gara si truk haul berulah lagi. Paginya kami membuat rencana apa saja yang akan dilakukan untuk mengisi akhir pekan yang cerah itu. Salah satu rencana utama adalah berkunjung ke DPD PKS, selain untuk bersilaturahmi  juga untuk mencari kelompok mengaji untukku dan suami. Kami memutuskan untuk berkunjung ke DPD setelah makan siang.

Saat keluar hotel ba’da zhuhur, sinar matahari sungguh panas menyengat dan debu beterbangan menggelitiki mata dan hidung. Bukan situasi yang menyenangkan untuk bepergian. Sempat terjadi tukar pendapat antara aku dan suami. Mau makan dimana? Rumah makan Padang dekat hotel atau restoran Padang dekat DPD? Bosan dengan menu biasa sekitar hotel kami bersepakat pada pilihan kedua.

Perjalanan ke restoran Padang yang dituju kami tempuh dengan ‘taksi’ (sebutan untuk angkutan umum di Sangatta). Ketika melewati DPD suamiku tiba-tiba berkata “Apa sekarang saja ke DPDnya, mumpung lagi ada orang. Daripada nanti, sepi lagi”. Sebelumnya sudah 2 kali kami ke DPD namun saat itu DPD selalu terlihat sepi. Selidik punya selidik ternyata setiap akhir pekan selalu ada acara partai di tempat lain, mukhayyam (berkemah) ikhwan, bedah buku, direct selling, taujih, dll. Entah kenapa aku iyakan saja ajakan suami untuk mampir dulu ke DPD dan bukannya makan dulu, padahal perut sudah mulai keroncongan.

Begitu sampai, di atas pintu masuk kantor DPD terpampang tulisan “Markas Dakwah”. Di kanan pintu masuk terdapat tumpukan baliho dan sebelah kiri berdiri tegak sebuah spanduk besar berisi gambar caleg dan berbagai kegiatan PKS. Saat itu di ruang depan ada 4 orang ikhwan dan seorang akhwat. Sementara suami berbincang dengan para ikhwan, aku mendekati akhwat tadi, memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatangan kami. Setelah mencatat nomor kontak guru mengajiku di Jakarta, beliau berjanji untuk segera mencarikan kelompok baru untukku.

Aku kembali duduk dekat suami yang masih berbincang dengan para ikhwan. Tiba-tiba seseorang masuk dan mengucapkan salam. Dari suami aku tahu bahwa beliau adalah Ustazd Ardiansyah, seorang angggota DPRD. Ustazd Ardiansyah sepertinya mengenal wajah suamiku walaupun tidak ingat nama. Maklum, sebelum menikah suami pernah lama juga di Sangatta dan ikut kegiatan DPD. Ustazd berperawakan kecil itu bercerita bahwa beliau sedang bingung. Ada seorang simpatisan yang sedang sakit tapi tidak mampu berobat. Beliau bermaksud membawa dokter atau minimal perawat untuk memeriksa kondisi simpatisan tersebut. Apakah perlu dirawat atau cukup dengan minum obat saja. Namun sayangnya tidak ada dokter, dan perawat yang diharapkan baru selesai dinas di RS sore hari. Kalau tidak ada juga, terpaksa beliau berangkat tanpa didampingi petugas kesehatan. Spontan suami menawarkan “Mungkin istri ana bisa ustazd, kebetulan dokter juga”. Gayung pun bersambut, dengan antusias Ustazd menyambut tawaran suami.

Aku sempat melirik suami, mengingatkan bahwa kami belum makan siang dan perutku sudah mulai keroncongan. Ketika mampir ke hotel untuk mengambil peralatan dokterku suami sempat minta maaf karena tidak minta persetujuanku terlebih dahulu. Aku pura-pura sewot, ujung-ujungnya minta dibelikan es krim sepulangnya nanti J. Bismillah, kami berangkat dengan perut kosong. Bantu kami untuk ikhlas ya Allah. Tempatnya sepertinya tidak jauh, arah ke Pertamina, sebuah desa bernama Sangkima. Kalau arah ke Pertamina berarti tidak terlalu jauh dari hotel, begitu pikirku. Belakangan baru aku sadar bahwa dugaanku salah.

Kami berempat, aku, suami, seorang ikhwan dari dpd dan ustazd Ardiansyah berangkat dengan mobil 4 WD yang dikendarai sendiri oleh anggota dprd ini. Setengah jam pertama perjalanan lancar. Jalanan yang kami lewati walaupun tidak bisa dibilang mulus masih bisa dilalui dengan nyaman apalagi ketika memasuki komplek Pertamina. Jalan aspal yang mulus, pohon di kiri kanan jalan, perumahan kayu yang eksotik seolah memperjelas bahwa kami sudah memasuki daerah yang dulunya kawasan elit Sangatta. Akan tetapi perjalanan sebenarnya baru dimulai selepas dari Komplek Pertamina. Jalan beraspal mulai berganti jalan tanah yang berbatu. Kiri kanan jalan cuma ada semak dan pepohonan. Hanya sesekali saja kami melihat rumah penduduk. Lama-kelamaan tidak terlihat lagi rumah penduduk. “Wah, begini ternyata yang namanya daerah terisolir, kok bisa ya ada orang yang tinggal di tempat yang sangat terisolir seperti ini”, begitu pikirku. Setengah jam sebelumnya padahal kami masih melewati daerah perumahan yang cukup ramai di komplek Pertamina.

Semakin jauh jalan semakin jelek dan mengecil. Berkali-kali kami dihadang oleh jalan tanah yang berlobang dan berbatu yang membuat mobil bergoyang tak karuan. Beberapa kali aku harus mengencangkan peganganku takut kalau-kalau mobil terbalik ketika melewati lubang yang sangat dalam dan batu yang terjal. Ustadz dengan semangat terus memacu kendarannya. Aku sungguh kagum. Rasanya baru sekali itu aku melihat seorang anggota dewan menyetir sendiri kendaraannya melewati jalanan berliku demi seorang simpatisan yang sedang kesusahan. Dan tidak tanggung-tanggung aktivitas ini memakan waktu libur beliau hampir seharian. Padahal kalau mau beliau bisa saja menyuruh orang lain untuk mengantar kami. Di sepanjang jalan ketika berpapasan dengan penduduk atau pengendara lain beliau selalu memperlambat laju kendaraan, membuka kaca jendela dan mengucap salam, baik kenal maupun tidak.

Akhirnya, setelah melewati jalanan berbatu itu kami sampai juga di desa Sangkima. Di sepanjang desa sangkima mengalir sebuah sungai yang tidak terlalu besar dan berair coklat. Konon katanya dulu banyak sekali buaya pemakan manusia di sungai itu. Sekarang jumlahnya sudah jauh berkurang, namun belakangan masih saja ada manusia yang jadi korban. Jadi penasaran juga. Sayangnya walaupun berkali-kali mataku menyusuri sungai tidak terlihat seekor pun buaya.

Turun dari mobil, kami masih harus berjalan kaki beberapa ratus meter melalui jalan setapak untuk mencapai rumah simpatisan yang sakit. Begitu sampai di rumah yang dimaksud, penghuni rumah menyambut kami dengan antusias. Tanpa menunda lagi aku langsung memperkenalkan diri pada pasien dan keluarga dan melakukan anamnesis serta pemeriksaan fisik. Semua orang menanti dengan sabar. Setelah beberapa lama aku menyimpulkan penyakit yang diderita dan menjanjikan akan membelikan mengirim obat untuk pasien. Tapi bagaimana cara mengirim obat nantinya? Perjalanan dari Sangatta ke Sangkima tidaklah mudah. Ikhwan dari DPD yang ikut bersama kami tanpa ragu menawarkan diri untuk mengantar obatnya dari Sangatta.

Setelah berbincang-bincang dan menikmati sajian tuan rumah kami pamit untuk kembali ke Sangatta. Sepanjang perjalanan pulang aku terus merenung. Banyak sekali hikmah yang kuperoleh. Pertama, jika kita ikhlas beramal karena Allah, sungguh Allah akan memberi pertolongan dari arah yang tiada di sangka-sangka. Seperti yang dialami Ust Ardiansyah. Ketika beliau kebingungan mencari dokter Allah memberi pertolongan lewat diriku. Allah-lah yang membuat kami memutuskan untuk makan di restoran Padang dekat DPD. Allah-lah yang menggerakan kami untuk mampir dulu ke DPD. Dan Allah-lah yang berkuasa sehingga pada kunjungan ketigalah kami ‘berhasil’ silaturahmi ke DPD dan bertemu Ustadz Ardiansyah.

Aku dan suami juga banyak belajar dari semangat beramal kedua orang yang menyertai kami pada hari itu. Belakangan aku tahu bahwa obat untuk pasien yang kubeli di Sangatta, malam itu juga dihantarkan langsung ke Sangkima. Dengan mengendarai motor, ikhwan itu menerobos udara malam dan melalui jalan berbatu yang kami lalui sebelumnya. Bahkan sempat terperosok lubang. Sedangkan Ustadz, begitu sampai kembali si Sangatta sudah harus bergerak lagi memenuhi janji lain. Subhanallah… Hari itu aku serasa disentil dan diingatkan tentang arti ukhuwah sebenarnya serta semangat dan keikhlasan beramal yang sejati.

 

2 komentar:

  1. Subhanallah... kalau hati sudah ikhlas dan ridho, ujian seberat apapun insyaAllah bisa dilewati ya ukh..

    BalasHapus
  2. iya ya yen...salut untuk beliau berdua...

    BalasHapus