Rabu, 25 April 2012

Mengatasi Anak Gemar Jajan


Bu Anik sering dibuat tidak berdaya oleh Dila,  putri kecilnya yang baru berusia 4 tahun. Pasalnya, gadis cilik itu sangat suka jajan. Setiap ada jajanan yang lewat di depan rumah Dila selalu minta dibelikan. Jika tidak dituruti, Dila langsung menangis kencang sambil berteriak-teriak dan berguling di lantai. Karena tidak tega melihat  anaknya, Bu Anik akhirnya luluh dan menuruti keinginan Dila. Akibatnya Dila jadi malas makan dan berat badannya susah naik padahal Bu Anik rajin memberi anaknya multivitamin.

Sebagian orang tua merasa prihatin bila anaknya gemar jajan, akan tetapi sebagian orang tua lainnya justru tidak terlalu khawatir dengan masalah tersebut. Bahkan dengan alasan sayang pada anak orang tua sering menuruti keinginan anak sehingga anak menjadi gemar jajan. Padahal kegemaran jajan pada anak bukanlah masalah sepele. Kegemaran jajan yang tidak terkontrol selain mengganggu pertumbuhan juga bisa menyebabkan masalah psikologi anak.

Menurut Diana K. Rachmah N, M.Si, Psycholog, masalah yang ditemukan pada anak yang gemar jajan ini tidak murni hanya masalah gemar jajan saja, tetapi biasanya beririsan dengan masalah lain seperti  malas sekolah, kenakalan remaja, anak boros, mencuri, dll. “Dalam setengah tahun terakhir, dari 100 kasus yang saya terima,  40%nya merupakan masalah mencuri pada anak dan salah satunya disebabkan gemar  jajan”, ujar Diana yang merupakan Psikolog Anak di Pusat Krisis Terpadu RSCM.   

Penyebab

Diana menjelaskan bahwa kegemaran jajan pada anak disebabkan berbagai hal, yaitu:
1.    Imitasi dari orang tua. Dalam artian orangtua juga mempunyai perilaku gemar “jajan” yang akhirnya secara tidak sadar ditiru oleh anak. “Seorang ibu mengeluh bahwa anaknya jadi malas sekolah karena kebanyakan jajan”, tutur Diana. Setelah diselidiki lebih jauh, akhirnya si ibu mengaku malas memasak di rumah karena baru mempunyai seorang anak dan suami sibuk bekerja dengan pola “pergi pagi, pulang malam”. Waktu makan siang anak diajak makan diluar, bahkan sarapan pun anak disuruh jajan di sekolah sehingga anak menjadi terbiasa. Kadang cara ini dipilih kebanyakan orang tua karena dirasa lebih praktis dan cepat. Sayangnya orang tua tidak tahu bahwa secara tidak sadar mereka telah mengajarkan kebiasan yang tidak baik pada anak.
2.    Akses yang diberikan orang tua berlebih, bisa dalam bentuk:
•    Uang saku yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan atau usia anak. “Sekarang sudah menjadi  trend untuk memberi uang saku padahal anak masih usia TK, padahal harus dipikirkan lagi apakah memang tepat memberi uang saku untuk anak seusia itu”, tutur Diana. Kalaupun harus memberi uang saku pada anak harus dipikirkan apakah jumlah yang diberikan sesuai dengan usia anak. Selain memberi uang saku dengan jumlah yang sesuai, orang tua juga bisa mensiasati dengan menyediakan bekal makanan untuk anak di sekolah.
•    Batasan yang tidak jelas terhadap jajanan yang boleh dikonsumsi oleh anak, sehingga  akhirnya tidak ada kontrol terhadap jajanan dan anak terbiasa membeli jajanan apapun yang disukai. “Kasus yang sering juga saya temui, karena orang tua sibuk bekerja, uang dititipkan pada pengasuh/pembantu. Kadang dengan alasan anak tidak mau makan yang dimasak atau di rumah anak tidak bisa tenang, akhirnya anak diajak makan gerai-gerai makanan cepat saji. Setiap hari anak menjalani siklus seperti itu dari mulai sarapan sampai makan malam, sehingga lama-lama jadi kebiasaan.
3.    Pembiasaan pola makan yang tidak sehat di rumah. Selain sering membawa anak makan diluar rumah (karena tidak masak) pola makan yang tidak sehat juga bisa disebakan segi pengaturan waktu yang tidak tepat. Sepulang sekolah di siang hari, idealnya anak makan siang di rumah, tetapi sebagian orang tua memberi toleransi  anak boleh  jajan dulu atau belanja cemilan.” Akibatnya tentu saja anak jadi malas makan karena sudah kenyang duluan, apalagi jenis makanan yang manis”, Diana menambahkan.
4.    Imitasi dari teman atau lingkungan pergaulan. Hal ini paling sering terjadi kalau anak sudah masuk sekolah dasar. Pengaruh dari teman kadang memang lebih besar walaupun mungkin sudah diingingatkan pada anak untuk tidak jajan sembarangan.
5.    Pengaruh media, terutama iklan. Iklan yang ditayangkan di televisi semakin gencar dan menarik sehingga anak sering terpengaruh dan ingin membeli barang yang diiklankan, terutama makanan. Oleh karena itu orang tua perlu selektif dalam memilah-milah tontonan mana yang boleh dilihat anak.

Dampak

•    Pola makan yang tidak sehat. Hal ini tentu saja berpengaruh pada tumbuh kembang anak  secara keseluruhan.
•    Ketidakpatuhan anak pada orang tua. Karena sudah terbiasa jajan apapun yang disukai, anak jadi sering merongrong orang tua dan terus  menuntut agar bisa jajan. Apabila keinginan tersebut tidak dipenuhi anak jadi sering mengamuk dan tidak patuh pada orang tua. Pada anak yang lebih besar, kegemaran jajan yang sudah terbentuk ini membuat anak jadi suka mencuri, awalnya mengambil uang orangtua secara diam-diam,  timbul konflik dengan orangtua, anak tidak betah di rumah dan lebih senang di luar rumah karena keinginannya tidak dipenuhi.

Cara mengatasi
•    Kenali dulu penyebabnya. Kalau penyebab anak gemar jajan misalnya  karena imitasi orang tuanya, maka orangtua harus introspeksi dan belajar terlebih dahulu memperbaiki pola hidupya.
•     Atasi sesuai dengan usia anak. Pola komunikasi  dengan anak berusia di bawah lima tahun tentunya berbeda dengan anak yang sudah masuk sekolah dasar  atau bahkan remaja. Untuk  anak di bawah 5 tahun kita perlu menjelaskan dengan bahasa yang konkrit. Misalnya anak bertanya “Kenapa sih jajan mie itu nggak sehat?”. Untuk menjawab pertanyaan seperti itu orang tua sering takut menggunakan bahasa yang sulit bagi anak padahal bisa menjadi perbendaharaan kata yang baik bagi anak. Orang tua harus memberanikan diri menjawab,  “Karena mie ini pakai bumbu yang mengandung zat yang bikin penyakit, kita jadi kurang cerdas, kena kanker atau perut jadi sakit. Untuk  anak  yang sudah lebih besar penjelasannya bisa dikaitkan dengan pengaturan keuangan keluarga. Misalnya, kalau anak  punya uang saku dalam satu bulan dihabiskan untuk apa saja. Dengan demikian anak bisa mulai dilatih dari awal mengenai  pertanggungjawaban keuangan dan bisa belajar menabung pada akhirnya.
•    Ajarkan anak untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Kadang  keinginan seorang anak lebih dominan dari apa yang dia butuhkan. Anak belum bisa memilah mana yang dia butuhkan pada waktu tertentu sehingga orang tua perlu menjelaskan bahwa sesuatu yang diinginkan anak belum tentu baik untuk saat itu. Misalnya kalau anak sedang batuk dan ingin minum es krim kita harus bisa memberi pengertian bahwa saat itu es krim bukan pilihan yang tepat karena akan memperparah batuknya. Jika anak tetap bersikeras berikan pilihan jajanan lain yang lebih sehat seperti roti dengan abon dsb.
•     Atur waktu kapan anak boleh jajan. “Menurut saya kita jangan sampai tidak membolehkan anak untuk tidak  jajan sama sekali, apalagi kalau anak sudah masuk sekolah dasar”, Diana berpendapat . Jika sedari kecil orang tua sama sekali tidak membolehkan anak jajan, begitu masuk sekolah anak bisa “gelap mata” karena disuguhi berbagai macam jajanan yang belum pernah dilihat dan dirasakannya. Apalagi ditambah dengan pengaruh teman-teman  sekitarnya. Siasatnya, orang tua tetap membolehkan anak jajan dengan syarat harus jajanan yang sehat dan dengan kesepakatan mengenai  jenis jajanan yang boleh dibeli, jumlahnya, dan seberapa sering. Misalnya anak boleh membeli makanan yang manis atau coklat, tetapi tidak dalam jumlah yang berlebih,  cukup tiga kali dalam seminggu.
•    Biasakan pola makan yang sehat di keluarga. Bagaimanapun, mencegah lebih baik daripada kegemaran jajan tersebut sudah jadi kebiasaan. Mengubah kebiasaan yang sudah terlanjur terbentuk tentu akan lebih sulit. Orangtua harus menciptakan pola makan yang sehat dari awal. Salah satu cara yang paling sederhana selain memastikan bahwa anak makan dengan baik di rumah, orang tua juga perlu menyediakan cemilan sehat di rumah, sebagai selingan antara sarapan dan makan siang atau makan siang dan  makan malam. Selain dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi anak untuk pertumbuhannya, kita juga menciptakan kebiasaan yang baik untuk masa depannya kelak. “Tidak harus yang mahal. Misalnya kue-kue kering, pisang bakar atau pudding”, Diana mencontohkan.
•    Berikan reward/penghargaan. Kalau anak sudah terlanjur gemar jajan, mulailah untuk melatih menghilangkan kebiasaan jajan tersebut secara perlahan. Jika anak  sudah mulai menunjukkan perubahan jangan ragu member  reward/penghargaan, tentunya  yang sesuai dengan usia anak.
•    Bicarakan tentang manajemen keuangan keluarga, terutama untuk anak yang sudah besar. Misalnya ketika menyusun belanja bulanan anak diikutsertakan sehingga anak tahu kebutuhan apa saja yang harus dibeli dan dana yang tersedia. Ajak anak belanja dan ikut ketika membayar di kasir. Dengan demikian anak menjadi tahu bahwa ternyata sejumlah besar  uang bisa digunakan untuk membeli kebutuhan yang lain juga. Dorong anak untuk membuat diari atau laporan keuangannya sendiri dan mempunyai  tabungan sendiri (belikan celengan).

Dr. Dewi Anggraini

2 komentar:

  1. Ewiee nio ambiak Sp.A kah?hehe

    BalasHapus
  2. Hehe... Sampai saat ko alun minat Sp.A ni... Eh kabarnyo alni hbs lhiran yo?

    BalasHapus