Selasa, 23 November 2010

Catatan Sebulan di Geoje (1)

Okpo, 23 November 2010

Catatan yang lama numpuk di draft. Sayang kalau dibiarkan berlumut. Buat yang baca selamat menikmati...

***

Kami memasuki Korea lewat bandara internasional Gimhae di Busan setelah sebelumnya transit di Hongkong selama 5 jam. Kekhawatiran terbesar saya sejak meninggalkan Jakarta adalah bagaimana nasib rendang buatan amak yang khusus saya 'import' dari Padang. Berdasarkan info yang saya dapat di internet, sulit meloloskan produk hewani ketika kita memasuki suatu negara. Di beberapa negara bahkan ditugaskan anjing pelacak untuk mengendus bahan 'terlarang' tersebut. Debar jantung saya semakin kencang ketika kami mendarat, duh rendangku, tak terbayang jika harus membuangmu. Namun, sungguh di luar dugaan saya, kami bisa melenggang santai membawa bagasi keluar bandara, TANPA PEMERIKSAAN APAPUN, persis seperti saat kita mengambil bagasi di bandara Soeta. Hamdalah, syukur saya tak terkira saat itu. Setidaknya hari-hari pertama kami tidak perlu khawatir dengan makanan halal, ada rendang sebagai lauk.

Sayang kami tak sempat menikmati keindahan Busan yang disebut sebagai the most beautiful coastal city in Korea karena begitu keluar bandara seorang pria berpakaian rapi menegur kami sambil membawa karton bertuliskan nama suami. Tanpa banyak basa-basi pria tersebut langsung mengambil alih salah satu koper dan membimbing kami menuju tempat parkir. Saya kaget waktu ia berhenti dan memasukkan barang-barang kami ke sebuah mobil yang tak lain adalah taksi. Haha...saya pikir yang menjemput kami adalah petugas dari DSME, ternyata taksi. Pak supir taksi menginformasikan perjalanan Busan-Okpo akan kami tempuh dalam waktu 2 jam (sejak diresmikannya jembatan yang menghubungkan Geoje-do dengan semenanjung Korea akhir Desember lalu, perjalanan Okpo-Busan lewat darat bisa ditempuh hanya dalam waktu 50 menit). Saya sungguh ingin sekali menikmati perjalanan dan memandangi atmosfir Korea yang berbeda dengan Indonesia, namun kantuk saya sudah tak tertahankan setelah perjalanan panjang yang melelahkan.

Saya baru benar-benar terbangun ketika kami memasuki pusat kota Okpo. Taksi berhenti di sebuah apartemen. Pak Supir menyodorkan tagihan taksi sebanyak 150.000 won (1 won = Rp.8) yang membuat kami sempat kelabakan karena tidak punya cash sebanyak itu. Ketika suami menanyakan apakah pembayaran bisa dilakukan dengan kartu kredit, pak supir dengan sigap menyiapkan sebuah alat dan menggesekkan kartu kredit disana. Saya terpana, wah canggih!!!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar